Sosialisasi Pelayanan Hukum Disabilitas
Samarinda, 07 Mei 2025 Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur mengadakan Sosialisasi Pelayanan Hukum Disabilitas yang dilakukan oleh Sekretaris Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur, Bpk. Nur Ikhlas, S.E.Ak sebagai tindak lanjut Bimbingan Teknis Layanan Hukum Bagi Penyandang Disabilitas yang telah diikuti pada tanggal 23-25 April 2025 di Balikpapan yang dilaksanakan oleh Dirjen Badilum Mahkamah Agung RI. sosialisasi ini dihadiri oleh seluruh Pegawai dan Hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur
Dasar Hukum yang digunakan yaitu :
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
- Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak Bagi Penyandang Disabilitas Dalam Proses Peradilan.
- Indonesia telah meratifikasi konvensi mengenai hak-hak penyandang disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities/CRPD) dengan UU No. 19 Tahun 2011.
- SK Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum NO. 1692 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas di Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.
Penyandang Disabilitas yang Berhadapan dengan Hukum yaitu setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama, sehingga saat berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif yang bertindak baik sebagai saksi atau korban atau terdakwa maupun pihak. Salah satu hak bagi penyandang disabilitas adalah “Keadilan dan Perlindungan Hukum” (UU No. 8/2016 Ps 5 ayat (1) huruf d). Ps 36 UU No.8/2016 : Untuk memastikan terpenuhinya hak tersebut dalam pemberian layanan termasuk dalam proses peradilan, maka pengadilan wajib menyediakan Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas, yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2020. Akomodasi yang wajib disediakan oleh pengadilan bagi Penyandang Disabilitas tersebut terdiri atas Pelayanan serta Sarana dan prasarana.
Pelayanan yang harus diberikan pengadilan kepada penyandang disabilitas minimal yaitu :
- Perlakuan non diskriminatif;
- Pemenuhan rasa aman dan nyaman;
- Komunikasi yang efektif;
- Pemenuhan informasi terkait hak penyandang disabilitas dan setiap perkembangan proses peradilan;
- Penyediaan fasilitas komunikasi audio visual jarak jauh;
- Penyediaan Pendamping Disabilitas dan/atau Penerjemah.
- Penyediaan standar pemeriksaan Penyandang Disabilitas dan standar pemberian jasa hukum.
Berdasarkan monitoring dan evaluasi Ditjen Badilum tahun 2025 terkait kelengkapan Sarana Prasarana bagi penyandang disabilitas maka terdata :
• 130 PT dan PN yang sudah memenuhi standar minimal penyediaan sarana prasarana Disabilitas
• 286 PT dan PN yang sudah memenuhi Sebagian standar minimal penyediaan sarana prasarana Disabilitas
• Tidak ada pengadilan yang sama sekali belum menyiapkan sarpras disabilitas.
Sarana dan Prasarana meliputi ; kursi roda, walker/alat bantu jalan, antrian prioritas, form penilaian personal, ruang sidang yang dilengkapi fasilitas disabilitas, ramp, guiding block, warning block, kursi tunggu khusus, toilet khusus, tempat parkir khusus, tangga dengan handrail dan kemiringan 35 derajat.
Disabilitas intelektual dalam proses hukum terbagi menjadi 3, sebagai korban, sebagai saksi atau sebagai pelaku. Disabilitas intelektual rentan terkena tindak kejahatan karena ketidakmampuan mengenali tindak kejahatan/orang yang berniat jahat, ketidakmampuan untuk menghindari dari tindak kejahatan, kemampuan komunikasi yang kurang, akses pendidikan seksual yang terbatas, kemiskinan dan pendidikan yang rendah. Selain itu hal yang dihadapi dilapangan bagi penyandang disabilitas yaitu kuranganya pemahaman aparat hukum tentang kondisi disabilitas intelektual, kurangnya akses pendampingan yang memadai dan belum semua fasilitas peradilan inklusif.
Hak Penyandang Disabilitas ketika berhadapan dengan hukum yaitu
- Hak akomodasi yang layak dalam berperkara di Pengadilan
- Hak atas perlakuan non-diskriminatif dalam proses berperkara dan menerima pelayanan pengadilan
- Hak mendapatkan fasilitas komunikasi audio visual untuk mengikuti proses persidangan jarak jauh dengan mempertimbangkan dalam kondisi dan hambatannya
- Selama persidangan berhak mendapatkan Pendamping Disabilitas, Penjuru Bahasa yaitu penerjemah, juru bahasa isyarat, orang atau sistem elektronik yang memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk memahami dan menggunakan bahasa yang digunakan oleh Penyandang Disabilitas.
- Berhak mendapatkan pendampingan Penerjemah dan pemanfaatan media komunikasi yang aksesibel
- Hak pemenuhan rasa aman dan nyaman dalam proses berperkara dan mengakses pelayanan
Rekomendasi bagi para hakim dalam menghadapi disabilitas intelektual yaitu :
- Gunakan pendekatan ramah disabilitas
- Ajak ahli (psikolog, pendamping) saat memeriksa
- Sederhanakan bahasa hukum
- Berikan waktu ekstra dan empati
- Jika sebagai pelaku, pertimbangkan asesmen medis dan kapasitas tanggung jawab
- Jika sebagai korban/saksi, pertimbangkan kredibilitas dari perspektif kemampuan mereka, bukan membandingkan dengan orang non-disabilitas
Prosedur pemeriksaan perkara bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum yaitu :
- Hakim dalam pemeriksaan perkara Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum harus :
- menjunjung tinggi persamaan derajat sebagai subjek hukum;
- menghindari perlakuan yang diskriminatif;
- menyampaikan hak Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum dalam berperkara di Pengadilan;
- memastikan Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum sebelum dilakukan pemeriksaan dan/atau mengikuti persidangan telah dilakukan Identifikasi Awal dan/atau Penilaian Personal; dan
- memastikan Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum telah mendapatkan Akomodasi yang Layak.
- Hakim harus mencegah dan/atau menegur penasihat hukum, penuntut umum, kuasa hukum, saksi, para pihak, dan/atau pihak lain yang terlibat dalam proses persidangan yang bersikap atau membuat pernyataan untuk merendahkan martabat, memberikan stigma dan mendiskriminasi Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum.
- Hakim mendahulukan pemeriksaan perkara Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum.
- Hakim mempertimbangkan waktu dan durasi sidang perkara yang melibatkan Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum sesuai dengan kondisi kedisabilitasan berdasarkan hasil Identifikasi Awal dan/atau Penilaian Personal.
- Hakim atas inisiatifnya sendiri dan/atau atas permintaan Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum dapat melakukan penundaan pemeriksaan terhadap Penyandang Disabilitas untuk sementara waktu apabila Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum mengalami kondisi kambuh, tantrum, mengalami penurunan daya ingat atau kondisi lain yang disebabkan karena kondisi kedisabilitasannya dengan tetap mempertimbangkan asas peradilan cepat sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
- Hakim mempertimbangkan kondisi antara usia mental dan usia kalender Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum sesuai dengan kondisi kedisabilitasan berdasarkan hasil Penilaian Personal.
- Dalam hal hasil Penilaian Personal menyatakan bahwa usia mental Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum termasuk kategori anak, Hakim dapat menggunakan prosedur pemeriksaan, pembuktian perkara, dan/atau pemidanaan menurut sistem peradilan pidana anak setelah mendengar tanggapan dari penuntut umum.
Pelaksanaan Putusan bagi penyandang disabilitas yaitu :
- Pengadilan menyampaikan salinan putusan/salinan penetapan kepada Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum dengan memperhatikan aksesibilitas dan komunikasi efektif.
- Pengadilan mempertimbangkan Akomodasi yang Layak dan penyesuaian sebagaimana hasil Identifikasi Awal dan/atau Penilaian Personal dalam proses eksekusi perkara Perdata yang melibatkan Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum.